Berawal dari keshalihan Pribadi

Diposkan oleh Unknown

Perasaan cinta pada pasangan memang bersifat fluktuatif, naik turun tergantung pada kondisi interaktif suami dan istri dalam kehidupan sehari-hari. Jika ada hal yang mengganggu perasaan, ada hal yang menimbulkan kekecewaan, misalnya, respons yang diberikan pasangan tidak sesuai dengan yang diharapkan atau pasangan tidak merespons cinta maka cinta dapat berubah menjadi kekesalan, bahkan kebencian.


Jika kebencian telah mendominasi di dalam hati, suasana yang muncul dalam interaksi pasangan suami istri akan berupa kebekuan, kegeseran dan terasa hambar. Bukankah kita tidak pernah menginginkan situasi ini saat memasuki gerbang pernikahan? Nah, bagaimana merawat cita itu? Benarhkah bahwa tumbuh kembangnya cinta sejati pada pasangan mengisyaratkan keshalihan pribadi (kekuatan ruhiyah) dalam diri mereka yang menginginkannya?
Menjawab persoalan ini, dalam ayat al-Qur’an mengatakan, “Apabila kalian mencintai Aku maka ikutilah Aku.” Karena itu, katanya, perasaan cinta harus menbuktikan dengan komitmen perjodohan atas dasar agama. Pernikahan sebagai wadah dari untuk menyemaikan bibit cinta harus menempatkan agama sebagai pertimbangan utama dan menomorduakan hal-hal lainnya. Kalau itu tidak dijaga, otomatis cinta akan luntur.
Allah yang menghadirkan cinta. Dia yang menguasai hati manusia. Maka, mohonlah pada-NYa agar merawat cinta yang ada di dalam hati. Lihatlah bagaimana scenario Nabi Musa AS. yang begitu pelik. Ia dicari-cari tentara sampai di rumah, dihanyutkan ke sungai dalam sebuah peti, sampai ke istana tanpa cedera. Allah berfirman, “Aku tanamkan dalam dirimu kecintaan dari-Ku agar engkau dibentuk dalam perngawasan mata-Ku.”
Setiap orang yang melihat Nabi Musa AS. akan tertarik dan jatuh hati. Jika Allah mencintai hamba-Nya maka ia tidak akan diam. Allah berfirman, “Jibril, Aku mencintai si Fulan di bumi maka kamu harus mencintainya.” Jibril pun mengajak malaikat langit untuk mencintai Fulan. Betapa tingginya cinta yang berasal dari Allah hingga saat cinta satu pihak berkurang, usaha untuk mencintai tetap ada. ‘
Ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara hub8ngan ritual seseorang dengan Allah yang menghasilkan kekuatan ruhiyah dan hubungan dengan pasangannya. Semakin dekat seseorang pada Allah, semakin ia memiliki kekuatan untuk mencintai pasangannya. Begitu pun sebaliknya. Jika hubungan seseorang dengan Allah buruk maka ia akan menemui hal yang tidak menyenangkan pada perilaku pasangannya.

dikutib dari buku "KETIKA CINTA DALAM NAUNGAN ILAHI"

penerbit "garailmu"